Manpower Bulletin – October 2023
Implementation of the Guidelines of Anti Sexual Violence at Workplace
To date, it is uncommon for MNP to encounter clients who have not meet the standard imposed by the Ministry of Manpower on the guidelines of anti-sexual harassment and sexual violence at workplace.
Following the enactment of Indonesian Law No. 12 of 2022 concerning Sexual Violence Criminal Offence (“Law 12/2022”) addressing the increased reports on sexual violence incident, the Ministry of Manpower (“MOM”) issued an update to its 2011 guidelines on sexual harassment at workplace through the Minister of Manpower Decree No. 88 of 2023 regarding Guidelines for Preventing and Handling Sexual Violence in the Workplace (the “2023 MOM Guidelines”).
We set out below summary of key points introduced by the 2023 MOM Guidelines.
Sexual Violence vs. Sexual Harassment
“Sexual violence” is defined as any act that demeans, insults, harasses or attacks a person’s body or reproductive functions due to an imbalance of power or gender which results or may result in physical or psychological harm.
The term of “sexual violence” has a wider implication compared to “sexual harassment” as the definition contemplates interference with reproductive health as a form of harm.
“Sexual harassment” is defined as any unwelcome sexual advance, request for sexual favors, verbal or physical sexual conduct or gestures, and any other sexual conduct that would offend, humiliate or intimidate a person.
Examples of Sexual Violence and Sexual Harassment
The 2023 MOM Guidelines recognize both physical and non-physical sexual harassment, and electronic-based sexual violence.
Examples of non-physical sexual harassment:
- Comments with sexual tone;
- Degrading private life of a person;
- Body shaming.
Examples of electronic based sexual violence:
- Recording a person in sexual context without the consent of such person;
- Transmitting electronic information with sexual content without the consent of the relevant person;
- Tracking a person for sexual purpose.
What’s imposed to employers?
Unlike the previous guidelines which mostly focus on sexual harassment, the 2023 MOM Guidelines brings wider coverage as sexual violence is positioned as the focus in line with the Law 12/2022.
Under the 2023 MOM Guidelines, employers are required to establish sufficient guidelines addressing anti sexual violence (including the relevant training and facilities for employees) and a task force for preventing and dealing with sexual violence at workplace. 2023 MOM Guidelines imposes employers to take proactive actions to prevent occurrence sexual violence at workplace.
The Task Force
The task force should have at least three members (two of whom act as chairperson and secretary) and include representatives of both the management and employees (or labor union).
Note that the employers who have established a bipartite cooperation institution (“Bipartite LKS”) may place the task force within the Bipartite LKS.[1]
Responsibilities of the task force are as follows:
- arranging and executing implementation steps in relation to the prevention and handling of sexual violence;
- receiving and maintaining a lodge of sexual violence complaints;
- gathering relevant details in the case of occurrence/report of sexual violence at the workplace;
- providing recommendations to resolve complaints; and
- providing the necessary assistance to the complainants.
Facilities Recommended by the 2023 MOM Guidelines
The 2023 MOM Guidelines also further recommend that employers provide appropriate facilities to prevent sexual violence at workplace, including but not limited to ensuring that workspaces and break rooms are equipped with sufficient lighting, and CCTV surveillance.
MNP View
Establishing preventive approach to sexual harassment and sexual violence becomes an important topic for employers as failure to consider these as misconduct within the employer’s company regulation (known as peraturan perusahaan in Bahasa) or employment contracts would lead to inability of the company to implement termination without notice for the employee who conduct such harassment. Eventually may lead to complicated termination process or labor dispute as the employer’s option to deal with such conduct is limited.
The 2023 MOM Guidelines remarks the Indonesian government’s proactive approach in addressing sexual violence incidents. MNP is of the view that the enactment of Law 12/2022 and 2023 MOM Guidelines should serve as a reminder for employers to also take a proactive approach in addressing sexual violence matters.
While some of the requirements imposed by the 2023 MOM Guidelines are not entirely new (for example the task force was referred in the previous guidelines as ‘sexual harassment prevention panel), in our finding the 2023 MOM Guidelines provides clearer details of the imposed requirements.
As MNP continues holding a strong policy against sexual harassment and sexual violence at workplace, we are opened to assist corporations or any business players in the market to tailor the sufficient anti sexual violence prevention steps to meet Law 12/2022 and 2023 MOM Guidelines standards.
[1] A Bipartite LKS must be formed at any employer with at least 50 employees and must be registered with the local Manpower Office. It serves as a platform to discuss matters concerning industrial relations at a company. The Bipartite LKS is required to, among other things, convene regular meetings and facilitate communication between management and employees in order to prevent industrial relations issues arising.
Download PDF ver. here.
————-III————-
MURZAL & PARTNERS
For more information, please reach us at Murzal & Partners Law Firm to:
e-Mail: info@murzallawfirm.com
Telp: +62 21 29930869
Whatsapp: +62 81211122884
Linkedin: Murzal & Partners Law Firm
A member of World Law Alliance
Disclaimer:
The foregoing material is the property of MNP and may not be used by any other party without prior written consent. The information herein is of general nature and should not be treated as legal advice, nor shall it be relied upon by any party for any circumstance. Specific legal advice should be sought by interested parties to address their particular circumstances.
Any links contained in this document are for informational purposes and are available and relevant at time this publication is made. We provide no liability whatsoever in respect of any information or content in such links.
Read article about ChatCPT – Privacy Point of View here.
Indonesian ver.
25 Oktober 2023
Buletin Ketenagakerjaan – Oktober 2023
Penerapan Pedoman Anti Kekerasan Seksual di Tempat Kerja
Selama ini, tidak jarang MNP menjumpai klien yang belum memenuhi standar yang ditetapkan Kementerian Ketenagakerjaan mengenai pedoman anti pelecehan seksual dan kekerasan seksual di tempat kerja.
Menyusul berlakunya Undang-undang Indonesia No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (“UU 12/2022”) yang menangani peningkatan laporan mengenai insiden kekerasan seksual, Kementerian Ketenagakerjaan (“Kemenaker”) mengeluarkan pembaruan pedoman tahun 2011 tentang pelecehan seksual di tempat kerja melalui Keputusan Menteri Ketenagakerjaan No. 88 Tahun 2023 tentang Pedoman Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Tempat Kerja (“Pedoman Kemenaker 2023”).
Di bawah ini kami menyajikan ringkasan poin-poin penting yang diperkenalkan oleh Pedoman Kemenaker 2023.
Kekerasan Seksual vs. Pelecehan Seksual
“Kekerasan seksual” didefinisikan sebagai setiap tindakan yang merendahkan, menghina, melecehkan atau menyerang tubuh atau fungsi reproduksi seseorang karena ketidakseimbangan kekuasaan atau gender yang mengakibatkan atau dapat mengakibatkan kerugian fisik atau psikologis.
Istilah “kekerasan seksual” memiliki implikasi yang lebih luas dibandingkan dengan “pelecehan seksual” karena definisi tersebut menganggap gangguan terhadap kesehatan reproduksi sebagai suatu bentuk kerugian.
“Pelecehan seksual” didefinisikan sebagai segala bentuk rayuan seksual yang tidak diinginkan, permintaan bantuan seksual, perilaku atau gerak tubuh seksual secara verbal atau fisik, dan segala perilaku seksual lainnya yang dapat menyinggung, mempermalukan, atau mengintimidasi seseorang.
Contoh Kekerasan Seksual dan Pelecehan Seksual
Pedoman Kemenaker 2023 mengakui pelecehan seksual baik fisik maupun non-fisik, serta kekerasan seksual berbasis elektronik.
Contoh Pelecehan Seksual non Fisik:
- Komentar dengan nada seksual;
- Merendahkan kehidupan pribadi seseorang;
- Celaan fisik (body shaming).
Contoh Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik:
- Merekam seseorang dalam konteks seksual tanpa persetujuan orang tersebut;
- Mengirimkan informasi elektronik yang mengandung konten seksual tanpa persetujuan orang yang bersangkutan;
- Melacak seseorang untuk tujuan seksual.
Apa yang dikenakan kepada pemberi kerja?
Berbeda dengan pedoman sebelumnya yang sebagian besar fokus pada pelecehan seksual, Pedoman Kemenaker 2023 memiliki cakupan yang lebih luas karena kekerasan seksual diposisikan sebagai fokus sejalan dengan UU 12/2022.
Berdasarkan Pedoman Kemenaker 2023, pengusaha diwajibkan untuk menetapkan pedoman yang memadai untuk menangani anti kekerasan seksual (termasuk pelatihan dan fasilitas yang relevan bagi karyawan) dan satuan tugas untuk mencegah dan menangani kekerasan seksual di tempat kerja. Pedoman Kemenaker 2023 mewajibkan pengusaha untuk mengambil tindakan proaktif untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual di tempat kerja.
Satuan Tugas (“Satgas”)
Satgas harus beranggotakan paling sedikit tiga orang (dua di antaranya bertindak sebagai ketua dan sekretaris) dan mencakup perwakilan dari manajemen dan karyawan (atau serikat pekerja).
Perlu diperhatikan bahwa pemberi kerja yang telah membentuk lembaga kerja sama bipartit (“LKS Bipartit”) dapat menempatkan Satgas tersebut di dalam LKS Bipartit.[1]
Tanggung jawab Satgas adalah sebagai berikut:
- menyusun dan melaksanakan langkah-langkah pelaksanaan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual;
- menerima dan mengurus pengaduan kekerasan seksual;
- mengumpulkan rincian yang relevan jika terjadi/laporan kekerasan seksual di tempat kerja;
- memberikan rekomendasi untuk menyelesaikan pengaduan; dan
- memberikan bantuan yang diperlukan kepada para pelapor.
Fasilitas yang Direkomendasikan oleh Pedoman Kemenaker 2023
Pedoman Kemenaker 2023 juga lebih lanjut merekomendasikan agar pengusaha menyediakan fasilitas yang sesuai untuk mencegah kekerasan seksual di tempat kerja, termasuk namun tidak terbatas pada memastikan bahwa ruang kerja dan ruang istirahat dilengkapi dengan penerangan yang cukup, dan pengawasan CCTV.
Pandangan MNP
Menetapkan pendekatan pencegahan terhadap pelecehan seksual dan kekerasan seksual menjadi topik penting bagi pengusaha karena kegagalan untuk mempertimbangkan hal ini sebagai pelanggaran dalam peraturan perusahaan pemberi kerja atau kontrak kerja akan menyebabkan ketidakmampuan perusahaan untuk melaksanakan pemutusan hubungan kerja tanpa pemberitahuan bagi karyawan yang melakukan pelecehan tersebut. Pada akhirnya dapat menyebabkan proses pemutusan hubungan kerja yang rumit atau perselisihan perburuhan karena pilihan pemberi kerja untuk menangani tindakan tersebut terbatas.
Pedoman Kemenaker 2023 menyatakan pendekatan proaktif pemerintah Indonesia dalam menangani insiden kekerasan seksual. MNP berpandangan bahwa pemberlakuan UU 12/2022 dan Pedoman Kemenaker 2023 harus menjadi pengingat bagi pengusaha untuk juga mengambil pendekatan proaktif dalam menangani masalah kekerasan seksual.
Meskipun beberapa persyaratan yang diberlakukan oleh Pedoman Kemenaker 2023 tidak sepenuhnya baru (misalnya Satgas ini disebut dalam pedoman sebelumnya sebagai ‘panel pencegahan pelecehan seksual’), dalam temuan kami, Pedoman Kemenaker 2023 memberikan rincian yang lebih jelas tentang persyaratan yang diberlakukan.
Ketika MNP terus menerapkan kebijakan yang kuat terhadap pelecehan seksual dan kekerasan seksual di tempat kerja, kami terbuka untuk membantu perusahaan atau pelaku bisnis mana pun di pasar untuk menyesuaikan langkah-langkah pencegahan anti kekerasan seksual yang memadai untuk memenuhi standar Pedoman UU 12/2022 dan Pedoman Kemenaker 2023.
[1] LKS Bipartit harus dibentuk di perusahaan mana pun yang mempunyai pekerja minimal 50 orang dan harus terdaftar di Dinas Tenaga Kerja setempat. Ini berfungsi sebagai wadah untuk berdiskusi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hubungan industrial di suatu perusahaan. LKS Bipartit antara lain wajib menyelenggarakan pertemuan berkala dan memfasilitasi komunikasi antara pengurus dan pekerja untuk mencegah timbulnya permasalahan hubungan industrial.